Selasa, 10 Januari 2017

Wakaf

A.       Pengertian Wakaf
Wakaf (bahasa Arab: ف وق, [ˈwɑqf]; plural bahasa Arab: اف أوق, awqāf; bahasa Turki: vakıf, bahasa Urdu: ف وق) adalah perbuatan yang dilakukan wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk menyerahkan sebagian atau keseluruhan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan masyarakat untuk selama-lamanya.
Wakaf menurut bahasa,, waqafa berarti menahan atau mencegah, misalnya “ saya menahan diri dari berjalan”.
Dalam peristilahan syara’, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal, lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. yang dimaksud dengan menahan (pemilikan) asal ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, digunakan dalam bentuk dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dipinjamkan, dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah dengan menggunakannya sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan.
Ada beberapa pendapat para ulama mengenai wakaf diantarnya yaitu:
1.      Mazhab maliki, berpendapat bahwa, wakaf tidak terwujud kecuali bila orang yang mewakafkan bermaksud mewakafkan barangnya untuk selama—selamanya dan terus menerus. itu pula sebabnya, maka wakaf disebut shadaqah jariyah
2.      Sebagian ulama Imamiyah mengatakan: pembatasan seperti itu menyebabkan wakaf tersebut batal, tapi hab-snya 190 sah, sepanjang orang yang melakukannya memaksudkan hal itu sebagai hasab. Sedangkan bila dia memaksudkannya sebagai wakaf, maka  batallah wakaf dan hasabnya sekaligus.


Hal itu telah membuat Syekh Abu Zahra salah paham dan mengalami kesulitan untuk membedakan wakaf dari hasab yang berlaku dikalangan Imamiyah. itu sebabnya beliau menisbatkan pendapat kepada Imamiyah bahwa dikalangan Imamiyah wakaf boleh dilakukan untuk selamanya dan untuk waktu terbatas. ini jelas tidak benar, sebab dikalangan Imamiyah wakaf itu berlaku untuk selamanya.[1]
Dari beberapa pendapat para ulama dapat disimpulkan bahwa pengertian wakaf ialah mengalihkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan atau organisasi yang memberikan manfaat bagi masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan kebaikan dan ridha Allah SWT.
Wakaf juga dapat diartikan pemindahan kepemilikan suatu barang yang dapat bertahan lama untuk diambil manfaatnya bagi masyarakat dengan tujuan ibadah dan mencari ridha Allah SWT. 

     B.        Hukum dan Rukun Wakaf

Wakaf hukumnya sunah dan harta yang diwakafkan terlepas dari pemiliknya untuk selamanya, lalu menjadi milik Allah SWT semata-mata, tidak boleh dijual atau dihibahkan untuk perseorangan dan sebagainya. Pahalanya akan terus mengalir kepada orang yang mewakafkan , karena termasuk shadaqah jariyah.
Bagi orang yang telah menyerahkan hak miliknya untuk wakaf, hilangkan hak milik perorangan, dan Allah SWT. menggantinya dengan pahala meskipun orang yang meberikan wakaf (wakif) telah meninggal dunia, selama harta yang diwakafkan masih digunakan manfaatnya.
Rukun-rukun wakaf diantaranya yaitu :
1.                  Orang yang mewakafkan (wakif)
Para ulama mazhab sepakat bahwa syarat bagi sahnya melakukan   wakaf yaitu sehat akalnya. Selain itu juga sudah baligh.
2.                  Pihak yang menerima wakaf (maukuf lahu)
Orang yang menerima wakaf ialah orang yang berhak memelihara barang yang diwakafkan dan memanfaatkannya. Orang-orang yang menerima wakaf diantarnya :
1.      Hendaknya orang yang diwakafi tersebut  ada  ketika wakaf terjadi.
2.      Hendaknya    orang    yang    menerima    wakaf    itu    mempunyai kelayakan untuk memiliki.
3.       Hendaknya tidak merupakan maksiat kepada Allah SWT.
3.                  Barang yang diwakafkan (maukuf)
Barang yang diwakafkan itu harus konkrit. artinya dapat dilihat wujudnya dan dapat diperhitungkan jumlah dan sifatnya. maka tidak sah mewakafkan barang yang tidak tampak. Misalnya mewakafkan masjid yang belum dibangun.
Barang yang diwakafkan juga harus bisa bertahan lama. Misalnya bangunan, tanah, kitab, Al-Qur’an, alat-alat kantor atu rumah tangga seprti : tikar, bangku, meja dan lain-lain. Dan barang yang tidak bisa diwakafkan dan tidak bias bertahan lama seperti: beras, minuman dan sebagainya.barang-barang yang diwakafkan juga bukan barang yang terlarang. sebab wakaf hanya pada hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat banyak.
4.                  Ikrar serah terima wakaf (lafal/sighat wakaf)
1.      Redaksi waqaftu dalam konteks ini kalimatnya “ saya mewakafkan”, seluruh ulama mazhab sepakat bahwa wakaf terjadi dengan menggunakan redaksi waqaftu tersebut.
2.      Sikap. menurut Hanafi, Maliki dan Hambali mengatakan  : wakaf terjadi cukup dengan perbuatan, dan barang yang dimaksud berubah menjadi wakaf. tanpa kita harus melafalkan waqaftu, habistu (menahan dari dari milik saya).
3.      Qabul, dalam wakaf. pendapat kalangan syafi’i yang lebih kuat, yaitu menetapkan bahwa wakaf untuk orang-orang tertentu diisyaratkannya ada qabul.

C.        Syarat-syarat Bagi Pewakaf
Syarat-syarat bagi pewakaf diantara lain yaitu ?
1.      Orang yang mewakafkan mempunyai hak untuk melakukan perbuatan tersebut.
2.      Atas kehendak sendiri dan tidak ada unsur paksaan.
3.      Pihak yang menerima wakaf jelas adanya.
4.      Barang yang diwakafkan untuk kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi.
5.        Barang yang diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.
6.        Barang yang diwakafkan dapat bertahan lama.
7.      Berlaku untuk selamanya.
8.      Orang yang mewakafkan tidak boleh menarik kembali wakafnya.


9.      Ikrarnya jelas. lebih afdhal jika dibuktikan secara tertulis misalnya, akte notaris, surat wakaf dari Kantor Urusan Agama.
D.       Kekuasaan Atas Wakaf
Kekuasaan atas wakaf ialah kekuasaan yang terbatas dalam memelihara, menjaga, mengelola dan memanfaatkan hasil dari barang yang diwakafkan sesuai dengan yang dimaksudnya. Kekuasaan atas wakaf dibagi menjadi dua : yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Yang bersifat umum yaitu kekuasaan atas wakaf yang ada ditangan Waliul Amr, sedangkan yang khas yaitu kekuasaan yang diberikan kepada orang yang diserahi wakaf ketika dilakukan, atau orang yang diangkat oleh hakim syar’i untuk itu.
Para ulama mazhab sepakat bahwa wali wakaf adalah harus orang yang berakal sehat.baligh, pandai menggunakan harta, dan bisa dipercaya. bahkan Syafi’I dan banyak ulama mazhab imamiyah mensyaratkan ia harus adil. sebetulnya cukup dengan sifat amanat dan bisa dipercaya. di tambah dengan kemampuan mengelola wakaf secara sempurna.
Mereka juga sepakat bahwa, wali wakaf itu adalah orang yang dapat dipercaya yang tidak dikenakan jaminan atas barang itu kecuali bila sengaja merusaknya atau lalai menjaganya.
Kecuali Imam maliki, Para ulama mazhab sepakat bahwa, pewakaf berhak menjadikan kekuasaan atas wakaf ketika melangsungkan pewakafan, berada di tangannya sendiri, atau mensyaratkan orang lain bersama dirinya sepanjang dia masih hidup, atau untuk waktu tertentu, dan dia pun berhak untuk menyerahkan penanganan wakaf tersebut terhadap orang lain.


Selanjutnya, Para ulama mazhab berbeda pendapat bahwa apabila pewakaf tidak menentukan siapa orang yang menjadi  wali  wakaf: tidak orang lain, dan tidak pula dirinya sendiri
Hambali dan Maliki mengatakan: kekuasaan atas barang wakaf berada ditangan orang-orang yang diserahi wakaf, mana kala orang-orang itu diketahui secara pasti. tetapi bila tidak, kekuasaan atas barang wakaf berada  ditangan hakim.
E.        Mengganti Barang Wakaf
Prinsip-prinsip diatas adalah pemilikan terhadap manfaat suatu barang. Barang asalnya tetap, tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan. maka barang yang diwakafkan tidak boleh diganti. namun persoalannya akan lain jika misalnya barang wakaf itu tadi sudah tidak bisa dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga atau nilai jual setelah barang tersebut dijual. artinya hasil jualnya dibelikan gantinya. dalam keadaan seperti ini mengganti barang wakaf diperbolehkan.
Adapun sebab-sebab penggantian barang wakaf antara lain sebagaimana dibawah ini :
1.         Penggantian karena rusak, sehingga manfaatnya berkuarang atau mungkin hilang. Misalnya, wakaf sound system yang sudah rusak karena sudah lama dipakai. lalu diganti dengan yang lebih baik.
Contoh lain misalnya mengganti (membangun) masjid yang rusak. meskipun bangunan masjid itu adalah wakaf, maka karena manfaatnya semakin hilang, maka dibolehkan untuk menggantikannya agar dapat mencapai maksud yang sebenarnya.


2.      penggantian karena kepentingan yang lebih besar. Misalnya mengganti masjid dengan yang lebih banyak lagi bagi kepentingan penduduk setempat. ini diperbolehkan oleh Iman Ahmad, yang berdalih bahwa Umar bin Khattab memindahkan masjid kufah ketempat yang lain yang lebih layak. sementara masjid lama tanahnya dijadikan pasar buah- buahan.
Hal ini merupakan kias dari ucapan iman ahmad tentang pemidahan masjid. bahkan diperbolehkan menggantikan bangunan masjid dengan bukan masjid karena alasan kemslahatan atau manfaat. akan tetapi Imam syafi’I melarang menggantikan masjid, hadiah dan tanah wakaf dengan yang lain.
F.        Hikmah dan Manfaat Dari Wakaf
Banyak sekali hikmah dan manfaat dari wakaf, antara lain sebagai berikut
:
1.         Mendidik manusia untuk bershadaqah dan selalu mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi.
2.         Membantu, mempercepat perkembangan agama islam, baik sarana, prasarana umum berbagai perlengkapan yang diperlukan dalam pengembangan agama.
3.         Membantu masyarakat dalam membantu memenuhi kebutuhan hidupnya atau memecahkan permasalahan yang timbul
4.         Dapat membantu dan mencerdaskan masyarakat, misalnya wakaf buku, Al-Qur’an dan lain-lain.


5.         Menghimpun kekuatan dalam masyarakat, baik lahir maupun batin, baik materiil maupun spiritual.

0 komentar:

Posting Komentar